Semiotika Roland Barthes
Semiotik, secara etimologis istilah semiotik berasal dari bahasa Yunani, semeion yang berarti “tanda”. Secara terminologis, semiotik dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa seluruh kebudayaan sebagai tanda.(Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004, h. 95)
Semiologi menurut Roland Barthes, “pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai (to signify) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstuktur dari tanda”(Ales Sobur, Analisis Teks Media, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004, h. 15)
Roland Barthes membuat sebuah model sistematis dalam menganalisis makna dari tanda-tanda. Fokus perhatian Barthes lebih tertuju kepada gagasan tentang signifikasi dua tahap (two order signification) seperti yang digambarkan berikut:
Melalui gambar di atas, Barthes menjelaskan signifikasi tahap pertama merupakan hubungan antara penanda dengan petanda di dalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal. Barthes menyebutnya sebagai denotasi, yaitu makna paling nyata dari tanda. Konotasi adalah istilah yang digunakan Barthes untuk menunjukkan signifikasi tahap kedua. Hal ini menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari pembaca serta nilai-nilai dari kebudayaannya. Konotasi mempunyai makna yang subjektif atau paling tidak intersbujektif.
Dengan meneliti konotasi-denotasi dalam teks kita bisa menemukan ideologi. “Salah satu cara adalah mencari mitologi dalam teks-teks (kesatuan mitos-mitos koheren) menyajikan makna-makna yang mempunyai wadah dalam ideologi. Ideologi itu harus dapat diceritakan. Itulah mitos.”(Alex Sobur, Analisis Teks Media Suatu Pengantar Analisis Wacana, Analisi Semiotik, dan Analisis Framing, h. 127)
Menurut Barthes, prosedur-prosedur dalam memaknai konotasi khususnya dalam fotografi ada enam, yaitu:
1. Trick Effect, misalnya dengan memadukan dua gambar sekaligus secara artificial.
2. Pose, misalnya dengan mengatur arah pandang mata atau cara duduk dari seorang subjek.
3. Objek, misalnya dengan menyeleksi atau menata objek-objek tertentu (buku-buku atau rak buku, misalnya dapat merujuk kepada makna ‘intelektualitas’)
4. Photogenia, misalnya cara mengatur eksposure, pencahayaan (lighting), manipulasi teknik cetak, dan sebagainya.
5. Estetika, misalnya apa yang disebut dengan “piktorialisme” atau dengan menerapkan teknik “posterisasi” sehingga sebuah foto seolah-olah menyerupai lukisan.
6. Sintaksis, dengan merangkaikan beberapa foto ke dalam sebuah sekuens sehingga penanda dan petanda konotasinya tidak dapat ditemukan pada fragmen-fragmen yang lepas satu sama lain, melainkan pada keseluruhan rangkaian.
(Kris Budiman, Semiotika Visual, Yogyakarta, 2004, h.71)
0 komentar:
Posting Komentar